Wakil Rais Aam PBNU Buka Konferensi Internasional ICISSS STAI Darul Hikmah
Aceh Barat – Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Afifuddin Muhajir, menjadi pembicara utama konferensi internasional ICISSS The 2nd International Conference on Islamic Studies and Social Sciences 2025 yang diselenggarakan oleh STAI Darul Hikmah Aceh Barat bekerja sama dengan Pondok Pesantren Dayah RUMI, Rabu (17/12/2025). Konferensi internasional ini dilaksanakan secara hybrid, berpusat di Aula STAI Darul Hikmah Aceh Barat.
ICISSS 2025 berlangsung dalam suasana duka dan keprihatinan mendalam menyusul bencana hidrometeorologi yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra, khususnya Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Dampak bencana yang luas, mulai dari korban jiwa, rusaknya infrastruktur dasar, hingga terputusnya akses transportasi dan komunikasi, sempat memunculkan kekhawatiran sejumlah pihak bahwa konferensi ini tidak dapat dilaksanakan. Namun, panitia tetap berupaya menyelenggarakan kegiatan tersebut, bahkan dengan keterbatasan sarana, termasuk penggunaan genset untuk menjaga keberlangsungan pasokan listrik.
Dalam pemaparannya, KH Afifuddin Muhajir menegaskan bahwa bencana yang terjadi di Sumatra bukan semata-mata menjadi tanggung jawab masyarakat, melainkan juga tanggung jawab negara. Ia mengutip kisah keteladanan Khalifah Umar bin Khattab yang menyatakan, “Andaikan ada seekor kambing mati di Sungai Efrat, niscaya aku khawatir akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.”
“Jangankan manusia yang meninggal dunia, kambing saja dianggap sebagai tanggung jawab negara. Ini menunjukkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk hadir secara sungguh-sungguh dalam menangani bencana yang menimpa rakyatnya,” ujar Kiai Afif. Ia menekankan pentingnya penanganan bencana yang menyeluruh, adil, dan berorientasi pada keberlanjutan.
Ketua Panitia ICISSS 2025, Yusriza, M.E., menjelaskan bahwa meskipun konferensi diselenggarakan di tengah suasana duka akibat bencana, antusiasme peserta tetap tinggi. Sebanyak 62 dosen dan peneliti dari berbagai negara mengikuti konferensi ini dan mempresentasikan hasil penelitian mereka dalam sejumlah sesi paralel yang disampaikan dalam Bahasa Inggris, Arab, Melayu, dan Indonesia.
Sementara itu, Ketua STAI Darul Hikmah Aceh Barat, Dr. Tgk. Rahmat Saputra, dalam sambutannya menyampaikan bahwa ICISSS 2025 mengusung tema “Visi Islam untuk Kemanusiaan yang Berkelanjutan: Dari Kearifan Indonesia Menuju Peradaban Dunia.” Tema ini dinilai memiliki relevansi kuat dengan kondisi kemanusiaan yang tengah dihadapi masyarakat Sumatra.
“Visi Islam tentang kemanusiaan yang berkelanjutan menuntut kita untuk melampaui respons darurat semata, menuju pemulihan yang adil dan bermartabat. Bencana di Sumatra ini harus menjadi pelajaran bagi kita semua tentang bagaimana menjadi manusia yang bertanggung jawab dengan menjaga hubungan vertikal dengan Allah SWT. serta hubungan horizontal dengan sesama manusia dan alam. Salah satunya ialah dengan mencegah kerusakan lingkungan,” ujarnya.
Lebih lanjut disampaikan, Islam tidak hanya berbicara tentang bantuan sesaat, tetapi juga tentang tata kelola yang amanah, perlindungan lingkungan dan pencegahan kerusakan, penguatan solidaritas sosial, serta pembangunan yang berorientasi pada keselamatan generasi masa depan.
Hadir sebagai keynote speaker dalam konferensi ini, yaitu Dr. (H.C.) KH Afifuddin Muhajir, Ketua MUI Bidang Fatwa Maudhuiyah sekaligus Wakil Rais ‘Aam PBNU; Prof. Dr. H. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC, Guru Besar UIN KHAS Jember dan Direktur Lazawa Darul Hikmah Indonesia; Prof. Dr. H. Syamsul Rijal, B.A., M.Ag., Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh; serta Asst. Prof. Dr. Ismaae Samoh, Ketua Jabatan Syariah, Fakultas Pengajian Islam dan Undang-undang, University of Fatoni, Thailand.
Melalui ICISSS 2025, STAI Darul Hikmah dan Dayah RUMI berharap konferensi ini tidak hanya menjadi forum akademik internasional, tetapi juga ruang refleksi dan seruan moral bagi masyarakat, negara, dan dunia internasional untuk bersama-sama membangun peradaban yang lebih adil dan manusiawi di tengah krisis kemanusiaan.
